Artikel ini adalah lanjutan dari bagian 1
Singkat
cerita, bisnis itupun di franchisekan. Bimada pun happy karena bisa menjadi
bagian dari bisnis tersebut. Ternyata,
tidak hanya Bimada yang melihat bisnis tersebut punya peluang bagus. Banyak
calon-calon franchisee yang yang melamar untuk menjadi franchisee.
Maklum saja,
di beberapa cabang, bisnis mie dengan merk tersebut terlihat sukses menginngat
konsumennya selalu membludak. Bakan, bisnis mie itu banyak menjadi buah bibir
di kalangan konsumen.
Tapi apa
yang terjadi pada Bimada. “Menyakitkan,” kata Bimada mengingat pengalamannya
menjadi franchisee di bisnis tersebut.
Pengalaman
Bimada memang tidak berlaku general. Akan tetapi, Bimada bisa menjadi
perwakilan dari setiap kelompok franchisee di sebuah bisnis yang mengalami
kekecewaan berat.
Apa yang
membuat dia kecewa? “Kita sebagai franchisee kan harapannya tidak terlalu kerja
keras. Harapannya duitnya banyak. Harapan saya tidak pelrlu membangun lagi.
Ternyata, saya harus bangun lagi,” kisahnya.
Dari sisi
profitpun Bimada mengaku sangat kecil. Tetapi yang membuatnya kecewa adalah support
SDM yang diberikan oleh franchisor tidak memenuhi standar bisnis resto yang
membutuhkan layanan baik.
Bimada harus
menelan kegagalan di bisnis itu. Bagi Bimada, kegagalan bukan datang dari
dirinya, tetapi dari franchisor yang tidak prima menyediakan support, termasuk
sytem. Training yang diberikan hanya
dalam waktu singkat, yang tidak cukup baginya untuk mengadopsi keahlian untuk
menjalankan bisnis tersebut.
Bimada pun
gagal. Namun, kini Bimada meng-create bisnis serupa tanpa membeli hak waralaba.
Kegagalan dalam bisnis franchise pertamanya tidak membuat Bimada kapok. Dia
masih berniat untuk membeli bisnis franchise. “Tetap masih ada niat, tapi yang
saya ambil nanti adalah franchise luar negeri,” katanya.
lanjutan artikel
lanjutan artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar